Drs. H. ABDUL GHOFUR DJAWAHIR, MM. ;Sekitar 1,4 Juta Calhaj Waiting List

Drs. H. ABDUL GHOFUR DJAWAHIR, MM. ;Sekitar 1,4 Juta Calhaj  Waiting List

Tiap tahun jamaah haji Indonesia merupakan jama’ah haji terbanyak di dunia dibanding negara-negara muslim lain. Untuk porsi Jawa tengah saja sekarang sudah masuk daftar tunggu sampai tahun 2018. Seluk beluk penyelenggaraan haji pun ramai diperbincangkan, baik yang pro maupun kontra

. Berikut wawancara redaktur KMT, M. Jamaluddin dan M. Bisri Musthofa didamping langsung oleh Ustadz Anang Rikza Mashadi dengan Mantan Sekretaris Dirjen Haji, Drs. H. Abdul Ghofur Djawahir, MM di kediaman di Cirendeu, Jakarta.

 

Tiap tahun jamaah haji Indonesia terbanyak didunia dibanding negara-negara lain bagaimana menurut bapak?

Masyarakat muslim Indonesia memang hebat, luar biasa. Sedikit melihat sejarah, keberangkatan haji sejak jaman penjajahan sudah ada, dan sesungguhnya alumni-alumni haji terdahulu bisa menjadi tokoh-tokoh masyarakat di daerah masing-masing, dan menjadi pahlawan kemerdekaan anti penjajah, bisa dicek buktinya dari para pahlawan kita yang pernah berangkat haji. Saat itu untuk pemberangkatan ke Tanah Suci dalam kewenangan pemerintah penjajah. Dari mereka jamaah haji kita turun-temurun menjadi kesadaran masal masyarakat muslim yang taat terhadap perintah agamanya. Di Negara lain belum tentu bisa seperti Indonesia, meskipun secara finansial mereka bisa dibilang lebih.

 

Porsi jamaah haji dari propinsi Jawa Tengah katanya sekarang sudah sampai 2018 untuk daftar tunggu, untuk keseluruhan Indonesia sudah sampai berapa calhaj yang terdaftar?

Semuanya sampai saat ini sudah mencapai angka kira-kira 1,4 juta orang dalam waiting list, bukan jumlah yang sedikit kan?

 

Apa yang telah dilakukan untuk antisipasi ke depan dengan kemungkinan membludaknya jamaah haji ? Banyak dibicarakan tentang pelayanan yang diharapkan lebih baik?

Sudah banyak fasilitas yang lebih tertata tahun ini, dan selalu disiapkan lebih baik dari sebelumnya, mulai pondokan, transportasi dan konsumsi, dan lain sebagainya, tiap tahun selalu membaik. Akan tetapi sering terjadi salah informasi yang meresahkan atau membuat masyarakat berpandangan buruk terhadap pelayanan yang sudah baik ini. Contoh, transortasi Arafah-Mina memang selalu menjadi kendala. Tanyakan pada ahli statistik sekalipun berapa armada yang diperlukan untuk mengangkut 2,5 juta orang. Itu kalau dijejer busnya, maka bus paling depan dan bus paling belakang akan nyambung, karena Mekah-Arafah-Mina-Mekah itu rutenya melingkar. Makanya, Pemerintah Saudi sengaja mengurangi jumlah bus, supaya bisa jalan semua, dan akibatnya kadang satu bus diisi sampai 70 orang yang mestinya hanya 45 orang.

Beberapa hal yang menyebabkan adanya informasi pelayanan yang dinilai kurang itu diantaranya bahwa 65% dari jamaah haji berlatarbelakang pendidikan yang kurang, sehingga sering tersesat, tidak bisa berkomunikasi, dan lain-lain. Kemudian, 90,8 % kan jamaah yang baru pertama haji, sehingga kalau ditanyakan kepada mereka bagaimana bisa membandingkan mana yang lebih baik dan mana perubahan perbaikan yang dilakukan. Tahun kemarin jarak pondokan 4 km, dan sekarang 2,5 km, lebih dekat kan?” Bukankah itu sebuah peningkatan pelayanan yang baik? Ada  lagi, rekrutmen petugas haji justru dipilih dari ormas, ponpes yang setiap tahunnya pasti ganti orang, ini juga membutuhkan kajian khusus. Saat orang bertanya mana perbaikan pelayanan, mereka yang setiap tahun ganti orangnya akan kowar-kowar tidak ada perubahan, katanya pemondokan tidak layak, ini itu, dan lain sebagainya, padahal tidak mungkin jamaah Indonesia semuanya mendapat pondokan yang dekat, kalau itu terjadi jamaaah dari negara lain protes.

Coba bandingkan, tiap tahun kita sewa sekitar 400 gedung pondokan, sedangkan Malaysia hanya 8 sampai 10 gedung saja untuk yang regular. Brunei Darussalam malah cuma satu gedung. Jadi, tidak mungkin 400 gedung itu dekat masjid semua, nanti negara lain tidak kebagian. Padahal gedung-gedung kita yang lebih dekat dari Malaysia, Brunei, dan negara-negara lain, jumlahnya ratusan, cuma ya itu tadi, tidak bisa semua. Nah, yang diekspos yang kebetulan jauh itu.

 

Kalau dibandingkan negara-negara muslim lain biaya haji kita termasuk murah atau mahal?

Total biaya pelaksanaan haji adalah 28 trilliun, 20 trilliun sudah disokong pemerintah. Biaya naik haji mahal bukan karena dipakai petugas haji, karena biaya petugas haji sudah masuk APBN. Haji pernah sepenuhnya swasta dan akhirnya justru gagal. Akhirnya Pak Harto ambil alih lagi, haji dipemerintahkan meskipun unsur politik juga tidak bisa dilepaskan. Dulu biaya haji untuk petugas 100% diambilkan dari peserta, itu sebelum di APBN-kan, jadi isu haji mahal tidak benar, Indonesia lebih murah karena pakai APBN. Sempat dipertanyakan mengapa minta ke APBN kan haji untuk orang yang mampu, yang awalnya mencapai Rp. 40 milyar (untuk kesehatan, dll), dan  akhirnya orang non-muslim juga minta, mereka menginginkan perlakuan yang serupa, kan repot jadinya.

 

Jaman Pak Maftuh Basyuni harus bayar Rp. 20 juta untuk dapat porsi. Bayar ke kemenag karena sudah ada pembayaran sewa satelit dan lain-lain. Totalnya adalah 1,5 trilliun dan sisanya untuk lain-lain dan 6,5 juta dikembalikan ke jamaah. Ada 3 hal yang dibayar jamaah saat ini; penerbangan, biaya masuk asrama, dan pemondokan. Sekitar 660 Reyal /orang di Madinah, untuk living cost sebanyak 400 USD. Di Malaysia 9980 ringgit (sekitar Rp. 27 juta), habisnya berapa ditanggung oleh Tabung Haji lebih kurang 30%, tetapi di sana tidak ada uang kembalian untuk living cost, Indonesia ada 1500 Reyal yang dikembalikan di embarkasi, negara yang lain tidak ada yang pake living cost.

 

Pernah ada wacana penataan adanya undang-undang tersendiri (masalah keuangan) untuk haji, jika itu terealisasi maka semua bank yang ada bisa mati, jika kemenag punya bank haji sendiri. Total 18 trilliun aset seluruh bank muamalah bisa kacau. Diadakannya pelaksanaan haji, zakat, wakaf oleh masyarakat langsung dan adanya LAZ dan BAZ untuk menepis masuknya ke kantong-kantong pribadi.

 

Apa pesan pemerintah untuk jamah haji Indonesia yang akan datang agar setiap orang berantisipasi terhadap kemungkinan terjadinya polemik praktek haji?

Yang paling penting adalah sadar dan niat yang ikhlas untuk ibadah haji, tidak usah mikir susahnya, sampai dimana kita mensiasati sebuah peristiwa yang kita alami, itu saja. Saya punya pengalaman pribadi, saya kehilangan bapak kandung saya, dari pukul 06.00 pagi sampai 19.30 malam, saya mencari dan sempat ada rasa kawatir, sebagai petugas dan pemimpin justru bapak kandung sendiri tidak terurus, tapi akhirnya saya tidak merasa kecewa, justru nikmat, malah kata bapak saya beliau bisa melihat banyak tempat saat tersesat. Ambil baiknya saja. Bayangkan, ketika berjuta manusia berjalan bersama, untuk urusan yang sama, dalam waktu yang sama, bagaimana tidak repot. Jika jamaah dan masyarakat Indonesia memahami dengan seksama tentu tidak ada kata lain selain berucap ‘subhanallah’ yang telah menggerakkan ini semua dan akhirnya ‘alhamdulillah’ itu semua terlaksana. Padat akan tetap menjadi kendala selama pemerintah Saudi tidak mengadakan perubahan, memperbaiki prasarana, jika ada yang tersesat itu karena memang tidak sedikit jamaah Indonesia yang tidak pernah kemana-mana. Himbauan saya saat melihat kejadian yang sekiranya tidak perlu, jangan langsung diberitakan ke media massa, contoh bus terlambat 1 jam langsung kabarkan ke media massa, yang dicari yang negatif, ya masyarakat Indonesia yang ada di tanah air begitu melihat pasti berucap “wah pelayanan tidak beres nih”. Bayangkan saja, Jakarta saja macet seperti itu, padahal tujuannya beda-beda, ini di Mekah berjuta-juta orang bergerak dari tempat yang sama menuju tempat yang sama pula, ya pasti macet.

 

Sebagai salah seorang Penasehat Pembangunan Pondok Modern Tazakka, apa pesan dan harapan Bapak kepada Pondok Modern Tazakka?

Jangan lihat Gontor sekarang, tapi lihat zaman dulu, dulu Gontor juga susah dijangkau transport, seperti tazakka saat ini, on the track, sabar dan ulet, jihad, perjuangan ”udkhuluu min abwaabin mutafarriqoh”. Trust harus terbentuk dan dijaga selalu, juga perlu diperhatikan mana prioritas yang akan dibangun duluan, untuk menarik dan untuk ditunjukkan bahwa ada pondok di situ, seperti gedung pertemuan, dan lain-lain yang merupakan bagian dari marketing.