dr. MAFTUHAH NURBETI, MPH; Ibu Adalah Sekolah Pertama Bagi Anak

dr. MAFTUHAH NURBETI, MPH; Ibu Adalah Sekolah Pertama Bagi Anak

dr Matuhah Nurbety

Menjadi wanita karir dan berprestasi tidak menjadikannya lupa akan perannya sebagai ibu dan pendidik bagi putra-putranya. Baginya, ibu adalah sekolah pertama bagi anak, sehingga itu menjadi prioritas utamanya, meskipun demikian hal tersebut tidak menjadi halangan untuk tetap berkarir.

 Untuk mengetahui lebih lanjut tentang sosok Dosen Fakultas Kesehatan Universitas Islam Indonesia Yogyakarta ini,  berikut disajikan dalam petikan wawancara redaksi KorMin Tazakka, M. Bisri Mustofa didampingi langsung oleh Ustadz Anizar Masyhadi. Lc dengan dr. Maftuhah Nurbeti, MPHdi kediaman di Yogyakarta.

Apakah mbak Beti bisa menceritakan bagaimana aktivitas mbak Beti sehari-sehari saat ini?

Ya, biasa saja, seperti halnya wanita yang lain pekerjaan utama adalah menjadi seorang ibu karena itulah pekerjaan yang menurut saya paling hebat. Walaupun waktunya terkurangi karena kesibukan bekerja sebagai dokter dan gurunya mahasiswa kedokteran di FK UII. Sebagai dokter, kegembiraan tersendiri waktu melihat senyuman pasien yang sembuh setelah sebelumnya sakit. Kalau jadi guru itu sudah profesi turunan, hehehe karena keluarga saya semuanya jadi dosen, dan saya senang karena dengan mengajar kita jadi bisa belajar.

Saya ingin ikut mematahkan anggapan bahwa wanita karir tidak bisa mendidik anak. Pendidikan harus tetap menjadi tanggung jawab kita. Al ummu madrasatul ula, ibu itu sekolah pertama bagi anaknya. Jadi kita tidak bisa “pasrah bongkokan” dengan pembantu atau guru di sekolah, semua harus dipersiapkan dengan baik kalau perlu bikin kurikulum anak saya targetnya apa saja. Saya ingin meniru contoh langsung dari ibu saya sejak kecil. Ia memilihkan sekolah yang baik, sepulang sekolah harus ikut madrasah, maghrib setelah jamaah di rumah, diberi kultum, hafalan doa, hadits, dan quran. Ketika saya memilih sekolah/kuliah di negeri, saya dimotivasi untuk tetap aktif di berbagai organisasi. Rumah kami sampai sekarang menjadi center pengajian dan pendidikan untuk masyarakat lain dari anak-anak sampai lansia, sehingga kami kemudian ikut termotivasi sendiri untuk tidak boleh berhenti belajar agama dimanapun kita. Pesan ibu saya, “Apapun kesibukanmu, tiap hari jangan lupa membaca Al-Quran dan memahaminya.” Saya kemudian jadi termotivasi, pulang SMA saya “mondok” di PP Budi Mulia punyanya pak Amin Rais dan ketika mahasiswa ikut pondok tahfidz dan belajar bahasa arab sambil terus aktif di organisasi Islam dan organisasi mahasiswa. Sampai sekarang saya masih aktif sebagai Wakil Sekretaris di Majelis Pembinaan Kader PP Aisyiyah karena teringat motto saya yang berasal dari hadist “Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk manusia yang lain.”

Bagaimana cara untuk bisa mengelola waktu di antara berbagai kesibukan tersebut?

Dalam hal ini saya terinspirasi oleh Prof. Chamamah Suratno. Ia pernah berkata pada saya “saya tidak habis fikir kepada orang yang mengatakan saya tidak punya waktu untuk mengabdi di masyarakat. Padahal saya di bandara dan dimana-mana masih bisa sambil memikirkan umat. Saya bisa mengurangi tidur saya agar lebih produktif.” Menurut saya kuncinya adalah komitmen dan efisiensi. Komitmen berarti kalau kita MAU kita akan bisa MENCIPTAKAN waktu. Kuncinya ada di rencana. Kita semua harus punya rencana saya mau/pengen apa hari ini, bulan ini, tahun ini, hidup saya ini, bahkan setelah mati pengen apa harus dirancang dari sekarang. Kalau efisiensi berarti kita bisa melakukan dua pekerjaan dalam satu waktu. Saya momong anak sambil olah raga, naik kendaraan sambil menghafal quran, dan menyusui sambil membaca/menerjemahkan/menulis buku karena saya senang menulis karena kata Ali r.a. ikatlah ilmu dengan menuliskannya.

Mbak Beti baru saja mengikuti pelatihan kepemimpinan di Inggris. Bisa diceritakan bagaimana pengalamannya?

Alhamdulillah, saya bersama 3 orang dosen Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia  mengikuti seleksi dan lulus. Meskipun agak sulit mencari restoran halal dan sholatnya sempat diusir-usir petugas, tapi Alhamdulillah banyak pelajaran yang bisa diambil dan diterapkan. Peserta kursus ini dari berbagai belahan dunia, mulai dari Amerika, Kanada, Australia, Inggris, Negara Eropa lainnya, Oman, Irak, Uni Emirates, Mesir, dan dari belahan benua lainnya, karena mengirimkan utusan dari Fakultas Kedokteran, Farmasi, dan Keperawatan. Konteksnya sebenarnya adalah Kepemimpinan dan manajemen dalam pendidikan kedokteran, tapi dari apa yang saya peroleh saya kemudian bisa menghubungkannya dengan 1) kepemimpinan pribadi kita masing-masing sebagai individu, 2) hubungannya dengan pendidikan anak-anak kita, dan 3) kaitannya dengan hubungan antara sesama manusia.

Apa saja yang penting bagi pribadi kita sebagai seorang pemimpin?

Setiap pemimpin memiliki otoritas dan kekuatan (power) yang bisa jadi merupakan kekuatan yang diberikan kepada kita (misalnya dari jabatan dll) maupun kekuatan personal yang otomatis kita dapat dari orang-orang di sekitar kita. Lha kita ini sebagai manusia otoritasnya diberikan Allah langsung, inni ja’ilun fil ardhi khalifah, Allah yang memerintahkan kita jadi pemimpin di muka bumi.

Pemimpin yang paling efektif adalah pemimpin transformasional. Pemimpin transformasional bisa menginspirasi, berinovasi, membimbing dan memberdayakan anggotanya untuk bergerak maju menuju visi yang dicita-citakan bersama.  Visi, misi, dan strategi harus dimiliki dalam semua organisasi. Demikian halnya dengan Pondok Modern Tazakka ini telah memiliki visi bersama yang jelas untuk mencetak kader-kader pemimpin umat dan kita semua selalu diingatkan dengan visi tersebut. Kepemimpinan yang efektif berarti mempengaruhi orang lain sehingga mereka termotivasi untuk mencapai tujuan bersama.

Sebagai pribadi, hidup kita juga memerlukan visi, misi, dan strategi. Jadi, kepemimpinan pribadi dapat kita maknai sebagai kemampuan untuk menentukan ke mana hidup kita ini akan diarahkan, apa-apa saja yang ingin kita lakukan dalam hidup ini, dan jalan mana yang akan kita tempuh untuk mencapainya. Selain itu kepemimpinan menghasilkan pergerakan dan perubahan. Jadi setiap kita harus bisa memimpin dan memfasilitasi perubahan kearah yang lebih maju (Islam yang berkemajuan) dan menjadi penggerak di masyarakat.

Bagaimana hubungannya dengan pendidikan anak?

Dalam doa yang sering kita baca Rabbana hablana min azwajina wa dzurriyatina qurrata a’yun, kita meminta agar Allah memberikan kepada kita suami/istri dan anak-anak yang bisa menjadi penyejuk mata, tapi ada buntut-nya waj’alna lilmuttaqina imaman, dan jadikanlah mereka PEMIMPIN bagi orang-orang yang bertaqwa. Jadi, sangat penting agar anak-anak kita menjadi pemimpin. Dalam teori-teori kepemimpinan, kemampuan seseorang untuk menjadi pemimpin itu bisa dipelajari dan dilatihkan. Inilah yang bisa kita lakukan untuk anak-anak kita. Sepanjang waktu 50 tahun ini, ternyata ada perubahan dari waktu ke waktu dalam hal kebutuhan orang-orang terhadap seorang pemimpin. Pemimpin saat ini diharapkan memiliki kemampuan kognitif (pengetahuan), kesadaran, kestabilan dan kecerdasan emosi, keterbukaan, kemampuan bersetuju (agreeableness), motivasi, kecerdasan sosial,  kemampuan memonitor diri, dan kemampuan mengatasi masalah. Jadi, untuk anak-anak kita, pertama, kita bangun pribadinya, misalnya kecerdasannya, motivasinya, dan kepribadiannya. Kedua, kita bangun kemampuan (kompetensi) mereka, misalnya keterampilan menyelesaikan masalah, keterampilan sosial, dan juga pengetahuanya. Kalau pribadi dan kompetensinya tersebut telah terbentuk, maka akan bisa diciptakan outcome/hasil kepemimpinan yang bagus, yaitu adanya kinerja (performance) dan dapat menyelesaikan masalah-masalah dengan efektif.

Bagaimana penerapan kepemimpinan dalam hubungannya dengan sesama manusia?

Selain di organisasi dan institusi tempat kita bekerja, bukankah di rumah tangga kita semua juga menjadi pemimpin? Sebagai ibu, asisten rumah tangga saya (untuk tidak menyebutnya pembantu rumah tangga) juga member saya lho. Wah, dalam kaitannya dengan hubungan manusia ini, saya merasa masih banyak kekurangan dan belum menjadi pemimpin yang baik karena seringkali masih lebih sering berorientasi pada tugas-tugas dari anggota saya. Padahal, pemimpin yang baik harus bersikap friendly  pada anggotanya, membantu orang lain untuk merasa nyaman, berkomunikasi secara tepat dan aktif, menunjukkan perhatian kepada kesejahteraan, dll. Saya masih harus banyak belajar dalam hal ini.

Apakah ada pesan yang ingin disampaikan?

Apa ya.. Mungkin kembali ke hadist favorit saya. Apapun profesi, pekerjaan, dan rutinitas  kita, jangan berhenti berbuat setiap hari, pikirkanlah apa yang bisa kulakukan hari ini untuk membawa kemanfaatan semaksimal mungkin untuk sebanyak mungkin manusia. Kemudian untuk para orang tua, sekarang kita menghadapi era layar (HP, TV, internet, dll) dengan berbagai godaan dan ancamannya untuk generasi muda dan anak-anak kita. Kita harus membangun benteng yang kuat dari keluarga yang sakinah. Mari kita bangun karakter anak-anak kita. Seperti kutipan: “Jika ada kebenaran dalam hati, akan ada keindahan dalam karakter.Jikaada keindahan dalam karakter, akan ada keharmonisan dalam rumah.Jika adakeharmonisan dalam rumah, akan ada ketertiban di negara ini.Jika adaketertiban dalam negara, akan ada perdamaian di dunia.”

Apa harapan untuk Pondok Modern Tazakka?

Pondok Modern Tazakka telah memiliki visi bersama yang jelas untuk mencetak kader-kader pemimpin umat dan kita semua selalu diingatkan dengan visi tersebut. Oleh karenanya kurikulum yang ada harus terintegrasi dengan pendidikan kepemimpinan.

BIODATA

Nama  : dr. MaftuhahNurbeti, MPH.

TTL     :  Sleman, 29 Juni 1981

Suami  : H. Annizar Masyhadi, Lc.

Anak   : Muhammad Cairona Attaqi

              Ahmad Afuza Attaqi

Hobi    : Membaca, menulis

Motto  : Sebaik-baik manusia yang bermanfaat bagi orang lain

Pendidikan:

SD Muhammadiyah Sapen

SMP 5 Yogyakarta

SMP 8 Yogyakarta

S1 FK UNS Solo

S2 Epidemologi FK UGM

 

Karir:

Dokter RSIA Aisyiyah Klaten

Peneliti di Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Managemen Asuransi Kesehatan FK UGM

Peneliti dan Konsultan Riset Kesehatan

Dosen Fakultas Kesehatan Universitas Islam Indonesia Yogyakarta