MEMILIH PEMIMPIN; KH. Anang Rikza Masyhadi, MA.

MEMILIH PEMIMPIN; KH. Anang Rikza Masyhadi, MA.

Perhelatan pemilihan presiden 2014 dengan dua pasang kontestan saat ini tengah meramaikan obrolan masyarakat di semua lapisan. Ada yang pro dan kontra;­ masing-masing memiliki argumen­nya sendiri untuk mendukung calonnya.

Kepemimpinan dalam pandangan­ Islam­ termasuk sesuatu yang pen­ting.­ Dan 

memilih pemimpin­­ termasuk pula dalam urusan yang men­dapat perhatian utama. Bahkan, Rasulullah SAW memerintahkan­ jika dalam suatu perjalanan terdapat dua orang atau lebih, hendaknya mengangkat salah seorang untuk menjadi pemimpinnya.

Apalagi memimpin negara yang ca­kup­­annya jauh lebih luas daripada seke­dar perjalanan dua atau tiga orang. Maka, memilih dan menentukan siapa pemimpin yang tepat adalah sebuah keniscayaan.

Akan tetapi, sekarang ini untuk me­nilai­ pemimpin yang baik dan yang buruk­ nampaknya sulit, karena penga­ruh media dan opini-opini yang terkadang­ menyesatkan. Yang baik bisa jadi nam­pak­ buruk, dan yang buruk bisa jadi nam­pak­ baik. Oleh karenanya, kita ditun­tut untuk mencermatinya dengan seksama dan obyektif.

Maka, jangan memilih calon pemim­pin hanya karena terpesona pada hasil survei atau elektabilitasnya saja, karena­ itu bisa jadi palsu dan tidak substantif. Agama mengajarkan agar kita jangan­ ter­jebak pada “yang nampak di permu­kaan­ saja” tanpa memperhatikan se­suatu yang lebih penting yaitu tentang kemampuan, visi masa depan, jaringan internasional, menejerial, dan lain sebagainya, termasuk­ yang tidak kalah pentingnya adalah mempertimbangkan kesalehannya.­

Allah menegaskan: “Apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka­ menjadikan kamu kagum terpesona.­ Dan jika mereka berkata kamu men­dengarkan­­ perkataan mereka. Mereka­ ada­lah­ seakan-akan kayu yang tersandar.­ Mereka­ mengira bahwa tiap-tiap­ teriakan­ yang keras ditujukan kepada­ mereka.­ Mereka itulah musuh (yang sebe­narnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka” (Qs. Al-Munafiqun [63]:4)

Ayat tersebut mengingatkan kita agar tidak terkecoh oleh penampilan lahiriah­nya saja tanpa meneliti betul karakter­ dan kemampuan calon pemimpin. Maka, kenalilah, dalamilah, dan ikuti terus watak serta tingkah polah para calon pe­mim­pin kita, agar jangan cuma ikut-ikutan­ atau latah karena pengaruh media.­

Jangan bodoh dan mau dibodohi. Kita harus cerdas dan tegas menentukan pemimpin negeri ini, yaitu pemimpin yang diyakini bisa mengelola potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia Indonesia yang luar biasa ini; pe­mimpin yang bisa menggerakkan potensi­ 240 juta manusia; serta pemimpin yang disegani dunia karena wibawa dan keberaniannya.

Aksi dukung mendukung capres dan cawapres, biarlah itu menjadi dinamika masyarakat Indonesia saat ini, namun hendaknya tetap dalam koridor keumatan dan kebangsaan. Artinya, boleh berbeda pendapat dan berdebat panjang tentang calonnya masing-masing, tetapi hal itu tidak perlu harus mengorbankan ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) dan ukhuwah wathaniyah (persaudaraan kebangsaan).

Isu capres dan cawapres jangan­ sampai mencabik-cabik rasa per­sau­daraan umat yang telah terbina sekian lama, yang telah dengan susah payah kita menjaganya dari masa ke masa. Apalagi jika isu dan aksi dukung mendukung itu dilakukan bukan dengan nalar sehat dan obyektifitas pemikiran yang matang, melainkan sekedar ajakan nafsu dan emosional saja.­

“Kemudian mereka menjadikan a­gama­ mereka terpecah belah menjadi bebe­ra­pa­­ pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi me­reka (masing-masing). (Al-Muminun [23]: 53)­

Siapapun kelak yang akan memimpin Indonesia, dia haruslah orang yang me­ngerti dan menghayati betul kemajemukan bangsa ini serta potensi yang terkandung di dalamnya. Ia harus mampu mensinergikan seluruh potensi dan kekuatan bangsa ini dan mengelolanya menjadi suatu modal yang kokoh bagi kemajuannya di masa depan.

Dan yang tak kalah pentingnya, ia harus mampu menjadi Presiden Indonesia, bukan presidennya partai, kelompok tertentu, atau apalagi sekedar menjadi ‘pesuruh’nya agen-agen asing. Ia haruslah seorang yang tegas dan berani. Indonesia harus berdaulat dan mandiri.

Ia harus mampu menjadi Presiden Indonesia, bukan presidennya partai, kelompok tertentu, atau apalagi sekedar menjadi “pesuruh”nya agen-agen asing. Ia haruslah seorang yang tegas dan berani. Indonesia harus berdaulat dan mandiri.