Cara Hitung Zakat Profesi

Cara Hitung Zakat Profesi

TANYA:

Apakah perbedaan antara zakat profesi dan zakat mal, seandainya saya sudah mengeluarkan zakat profesi (dari penghasilan setahun) apakah masih perlu mengeluarkan zakat mal?

JAWAB:

Zakat profesi itu hampir sama dengan zakat pertanian. Yaitu wajib dikeluarkan zakatnya pada saat mengambil gaji/panen.

Hasil panen bersih dari seorang petani yang telah mengeluarkan zakat, men­jadi hak milik petani. Selama harta itu tetap berbentuk hasil pertanian se­perti beras, gandum atau sejenisnya, maka 

harta itu sudah tidak perlu diza­katkan lagi. Tapi ketika harta itu dibeli­kan ternak, misalnya, maka bila jumlah ternak itu telah memenuhi aturan zakat peternakan, wajiblah dia berzakat atas ternaknya itu.

Zakat profesi bila kita anggap meng­acu kepada zakat pertanian, maka dikeluarkan zakatnya pada saat menerima gaji. Sisanya disimpan sebagai tabung­an. Namun bila tabungan­ ini tersimpan dalam bentuk ternak, emas atau modal berputar perdagangan, maka tentu saja ada zakatnya tersendiri secara khusus.

Zakat mal yang anda tanyakan itu tentu­ saja terkait juga dengan bentuk harta yang anda miliki, apakah berbentuk emas, perak, ternak, perdagangan atau berbentuk tabungan. Semua harus dikeluarkan zakatnya sesuai dengan kriteria masing-masing.

 

TANYA:

Untuk mempermudah, saya berniat menge­luarkan zakat profesi dengan perhitungan selama setahun. Bagaimanakah hukum yang membo­leh­­kan bahwa saya dapat  mengeluar­kan zakat sebesar 2,5 % dari sisa peng­­­hasilan (profesi) saya yang belum dibe­lanjakan untuk keper­luan hidup?

JAWAB:

Ada dua metode penghitungan zakat profesi.

Pertama, dengan membayarkan 2,5% ­dari penghasilan kotor secara langsung,­ bisa dibayarkan bulanan atau tahunan. Metode ini lebih adil dan tepat bagi mereka yang diluaskan rezekinya oleh Allah SWT. Kedua, dengan membayarkan 2,5% dari gaji setelah dipotong dengan kebutuhan pokok. Metode ini lebih adil diterapkan oleh mereka yang penghasilannya pas-pasan kalau tidak mau dibilang kurang. Demikian dijelaskan oleh pakar zakat dunia, Dr. Yusuf Al-Qaradhawi dalam Fiqhuz Zakatnya.

Jadi katakanlah anda termasuk kelompok kedua, maka anda perlu me­rinci dengan hati nurani dan penuh de­ngan rasa taqwa, apa-apa saja pengeluaran pokok anda tiap bulan. Lalu sisa gaji anda setelah dipotong dengan pengeluaran pokok anda bulan itulah yang anda keluarkan 2,5% -nya.

Kami sarankan sebaiknya anda mem­­­bayarkan zakatnya setiap bulan atau setiap menerima gaji. Karena akan te­rasa mudah dibandingkan dengan mem­bayar zakat pada akhir tahun. Karena kalau dihitung-hitung, jumlahnya akan sama saja. Akan lebih mudah bila anda membayar zakat sebulan Rp. 25.000 selama 12 kali ketimbang mengeluarkan zakat Rp 300.000 sekaligus dalam setahun.

Selain itu juga memudahkan anda dalam menghitung, karena bisa jadi pengeluaran pokok anda tiap bulan tidak selalu sama. Sedangkan teknis membayarnya, anda cukup datang ke ATM pada bank syariah atau menelepon petugas amil zakat, mereka akan melayani anda.

 

TANYA:

Perhitungan nishab itu untuk 1 tahun atau 1 bulan?

JAWAB:

Sebenarnya bila mengacu kepada zakat pertanian, maka nisab yang seharga 524 kg beras itu harus dihitung untuk tiap kali panen. Namun karena panen itu biasanya bukan tiap bulan tapi tiap tahun, maka ada pendapat yang mengatakan bahwa nisabnya harus dhitung dari jumlah hasil gaji selama satu tahun terlebih dahulu. Biar sama dengan panen tanaman.

Jadi kalau gaji anda perbulan misal­nya Rp 1 juta, jumlahkan dulu selama 12 bulan menjadi 12 juta. Lalu kurangi dengan pengeluaran kebutuhan pokok selama setahun. Bila sisanya seharga 520 kg beras, barulah kena kewajiban zakat. Anggaplah harga beras yang anda makan itu harganya 4.000 kg, maka nisab zakat profesi adalah 520 x 4.000 = Rp 2.080.000. Jadi bila sisa saldo uang anda setahun setelah dikurangi belanja kebutuhan pokok masih ada atau lebih dari Rp 2.080.000, anda sudah wajb mengeluarkan zakat. Berapa besarnya? 2,5% dari sisa uang itu. Kalau jumlah­nya 3 juta misalnya, maka zakatnya adalah 2,5% x 3 juta = Rp. 75.000.

Namun penghitungan seperti ini bukanlah penghitungan satu-satunya yang dihasilkan oleh para ulama. Masih ada beberapa versi lainnya yang barangkali tidak sama persis dengan metode ini. Tapi inilah yang lebih diutamakan oleh Al-Qaradhawi bila kita pahami dari bukunya.