Kita menyadari betapa cepat dan tepatnya Trimurti (tiga saudara pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor) mengantisipasi kelanjutan Pondok Modern Gontor. Pada tahun 1953, Pondok Gontor ini telah diserahkan kepada umat Islam yang diwakili oleh lima belas orang yang disebut Badan Wakaf. Badan Wakaf adalah badan tertinggi yang bertanggung jawab meneruskan perjuangan pondok.
Karena para anggota Badan Wakaf menetap di berbagai daerah dan berasal dari berbagai wilayah di Indonesia, maka Badan Wakaf memberikan mandat kepada pimpinan pondok. Jadi pimpinan pondoklah yang bertanggung jawab meneruskan mandat dari Badan Wakaf untuk meneruskan pendiri (Trimurti).
Setiap Badan Wakaf melakukan sidang, pimpinan pondok akan melaporkan perjalanan pondok selama setengah tahun, baik keuangan, kegiatan dan lain sebagainya. Hasil laporan ini kemudian disampaikan kepada santri. Inilah keterbukaan di Pondok Modern Gontor. Setiap setengah tahun Badan Wakaf mengadakan sidang untuk merencanakan dan mengevaluasi apa yang telah dilaksanakan oleh pimpinan pondok. Jadi segala sesuatu yang dilakukan oleh pimpinan pondok tidak lepas dari keputusan-keputusan Badan Wakaf dalam sidang rutinnya selama enam bulan sekali.
Jadi, dalam satu tahun ada dua kali sidang Badan Wakaf. Adapun dalam lima tahun sekali Badan Wakaf menentukan pimpinan pondok. Pimpinan Pondok dipilih setiap lima tahun sekali, selama itu pula masa kepemimpinannya berlaku. Namun masih bisa dipilih kembali hingga sampai berkali-kali tanpa batasan tertentu. Yang dilaporkan pimpinan pondok tidak hanya kegiatan Gontor satu atau pusat saja, melainkan juga semua pondok cabang.
Setelah kita pikir-pikir, apa yang telah dilakukan oleh Trimurti dengan mewakafkan pondok ini dan membentuk Badan Wakaf sangat tepat sekali. Sebelumnya, Trimurti dan pondok ini telah mengalami berbagai macam rintangan dan cobaan baik dari dalam maupun dari luar. Termasuk upaya pembunuhan Trimurti di tahun 1948 oleh PKI. Tampaknya ujian-ujian yang berat hingga mengancam jiwa, Trimurti menjadi mantap untuk mewakafkan pondok ini.
Sebelum mewakafkan pondok, Trimurti telah merumuskan jangka-jangka pondok modern yang disebut dengan Panca Jangka. Namun jauh sebelumnya Trimurti juga telah merumuskan panca jiwa yang harus ditancapkan dengan kuat di dalam jiwa dan hati seluruh guru dan para santri.
Panca Jangka yang pertama itu pendidikan dan pengajaran. Sampai tahun 1958, pendidikan dan pengajaran hanya KMI saja. Tapi setelah tahun 1958 mulailah mengembangkan pendidikan dan pengajaran ke Perguruan Tinggi, yang saat ini sudah menjadi Universitas Darussalam (UNIDA) yang sebelumnya Institut Studi Islam Darussalam (ISID). Panca Jangka kedua adalah kaderisasi. Kaderisasi ini harus dibentuk sesuai dengan perkembangan pondok yang siap membantu dan bertanggung jawab akan perjalanan pondok ini. Ketiga adalah perbendaharaan (khizanatullah) yang alhamdulillah selalu bertambah seiring kemajuan pondok. Keempat, pergedungan yang berarti melengkapi sarana dan prasarana di pondok ini. Kelima kesejahteraan keluarga.
Tekad Trimurti benar-benar bulat dalam mewakafkan pondok ini. Trimurti boleh dan telah meninggal dunia, namun pondok ini tidak boleh mati. Inilah langkah antisipasi Trimurti agar pondok ini terus hidup dengan sunah-sunahnya.
Bagaimana fungsi badan wakaf pada saat itu? Selama Trimurti masih bisa melaksanakan tugasnya, Badan Wakaf sifatnya hanya membantu. Ketika pendiri pondok telah meninggal semua, maka Badan Wakaf aktif sepenuhnya. Maka mulai tahun 1958 pimpinan pondok dipilih dan setiap setengah tahun dilakukan evaluasi. Badan Wakaf menanggapi segala laporan pimpinan pondok dalam setiap sidangnya. Pimpinan melaksanankan hasil keputusan Badan Wakaf dan mengevaluasi enam bulan kemudian.
Demikianlah, saya kira di Indonesia ini tidak banyak organisasi yang detail seperti pondok ini. Pondok kita punya pijakan panca jiwa dan panca jangka yang berjalan secara selaras sehingga kita bisa melaksanakan apa yang telah diamanatkan oleh pendiri pondok dan akhirnya berkembang dari tahun ke tahun.
“Tekad Trimurti benar-benar bulat dalam mewakafkan pondok ini. Trimurti telah meninggal dunia, namun pondok ini tidak boleh mati. Inilah langkah antisipasi Trimurti agar pondok ini terus hidup dengan sunah-sunahnya”.