Shalawat Kepada Rasulullah SAW; KH. Anang Rikza Masyhadi, MA.

Shalawat Kepada Rasulullah SAW; KH. Anang Rikza Masyhadi, MA.

Biasanya orang yang mencintai sesuatu tandanya ia akan sering menyebutnya. Demikian pula dalam hal kecintaan seorang hamba kepada Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan sering menyebutnya. "Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah dengan menyebut nama Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya." (Qs. [33]:41)

Maka, ciri orang beriman adalah banyak berdzikir menyebut nama Allah. Sedangkan yang sedikit berdzikir disifati dengan munafik. "Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali." (Qs. [4]: 141)

Orang mukmin diperintah untuk selalu mengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi SAW supaya terus terpupuk cinta kita kepadanya. Allah sendiri menyontohkannya dengan memberi salam kepada kekasih-Nya itu.

"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." (Qs. [33]: 56)

Menurut para ahli tafsir bahwa shalawat dan salam sebagaimana dinyatakan dalam ayat itu berlangsung terus menerus dan berulang-ulang. Bahkan, sebelum Nabi SAW terlahir ke dunia, atau ketika berada di dunia maupun setelah Nabi SAW berpindah ke alam kubur.

Perlu diketahui bahwa shalawat dan salam kita kepada Nabi SAW bukanlah untuk kepentingannya, melainkan manfaatnya kembali kepada diri sendiri. Apalah artinya shalawat dan salam kita dibandingkan dengan shalawat dan salamnya malaikat? Apalagi dibanding shalawatnya Allah kepada Nabi-Nya itu?

Bershalawat dan salam kepada Nabi SAW tidak disyaratkan hadir di hadapannya. Artinya, bisa pula dilakukan dari jarak jauh. Sebagaimana tidak pula disyaratkan ketika Nabi masih hidup. Artinya, shalawat dapat pula diucapkan sepeninggal Nabi SAW.

Ada dua kondisi mukmin dalam mengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi SAW, yaitu: dari dekat dengan berziarah ke Makam Rasul di Madinah, dan dari jauh dari manapun berada. Kedua-nya akan mendapatkan respon yang berbeda sebagaimana diriwayatkan dalam banyak sekali hadis shahih.

Pertama: shalawat dan salam dari dekat dengan berziarah ke Makam Rasul di Madinah. Dalam kondisi seperti ini, Rasul dapat mendengarnya langsung, dan Nabi SAW pun akan menjawab setiap salam  yang ditujukan kepadanya.

Hadis Abu Hurairah RA: "Tidak seorang muslim pun yang mengucapkan salam kepadaku, kecuali Allah kembalikan ruhku sehingga aku bisa menjawab salamnya" (HR. Ahmad, Abu Dawud, At-Thabarani & Al-Baihaqi, dishahihkan pula oleh Imam Nawawi, dan seluruh perawinya tsiqaat; dapat dipercaya)

Bahkan, menurut Ibnu Qudamah dalam Kitab Al-Mughni, Imam Ahmad bin Hambal menambahkannya dengan kalimat "di dekat kuburku" dalam hadis tersebut. Maka, sebagian besar ulama meyakini bahwa dalam kondisi seperti ini Nabi SAW menjawab langsung salam dari umatnya.

Hal ini bisa juga dipahami dari berbagai pandangan ulama tafsir, termasuk Imam Al-Khafaji bahwa para nabi dan syuhada itu hakekatnya adalah hidup, dan kehidupan para nabi tentu lebih kuat, andai saja tidak terkubur dalam tanah mereka seperti sedang tidur saja.

"Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, bahwa mereka itu mati; sebenarnya mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya." (Qs. [2]: 154) "Allah memegang jiwa orang ketika matinya dan memegang jiwa orang yang belum mati di waktu tidurnya…" (Qs. [39]: 42)

Anjuran mengucapkan salam kepada ahli kubur, jika mereka tidak lebih dari seorang mayit yang tidak mendengar, maka jelas perintah seperti ini percuma saja. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah malah berpendapat bahwa mayit di dalam kubur mengetahui orang-orang yang menziarahinya.

Dalam riwayat lain juga disebutkan bahwa mayit di dalam kubur mendengar bunyi terompah (sandal) orang yang mengantarkannya ke kuburan sebagaimana dalam hadis Muttafaq Alaih. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa para syuhada itu, jika ada orang mukmin yang mengunjunginya dan membe-rinya salam, mereka mengetahui dan menjawabnya, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA. Ini juga pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah.

Kedua: mengucapkan shalawat dan salam dari jauh. Dalam kondisi ini ucapan salam disampaikan melalui para malaikat, sebagaimana dalam hadis dari Ibnu Masud RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah memiliki malaikat-malaikat di bumi yang berkeliling untuk menyampaikan salam umatku kepadaku." (HR. Ahmad, An-Nasai, Ad-Darimi, Al-Bazzar, At-Thabarani, Abu Ya'la dll; Ibnu Hibban, Al-Hakim dan Ibnu Qayyim menshahihkannya)

Inilah diantara bentuk pemuliaan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, yaitu menciptakan malaikat-malaikat yang bertugas menyampaikan salam dari umat kepada Nabi SAW.

Dari Aus bin Aus RA, Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya hari yang paling mulia bagimu adalah hari Jumat; karena pada hari itu Adam diciptakan, diwafatkan, ditiupkan ruh dan pada hari itu pula sangkakala ditiup, maka perbanyaklah bershalawat kepadaku pada hari Jumat, karena sesungguhnya shalawatmu itu disampaikan kepadaku." Para sahabat bertanya: "Bagaimana shalawat kami disampaikan kepadamu sedangkan engkau telah dikubur di dalam tanah?" Nabi menjawab: "Sesungguhnya Allah telah mengharamkan kepada bumi untuk memakan jasad para nabi." (HR. Ahmad, Abu Dawud, An-Nasai, Ibnu Majah, Ad-Darimi, Ibnu Abi Syaibah, At-Thabarani & Baihaqi, dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Imam Nawawi)

Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya orang yang paling mulia bersamaku pada hari kiamat adalah yang paling banyak bershalawat kepadaku" (HR. Bukhari, At-Tirmidzi & Ibnu Hibban)