Butuh Pemimpin Besar; KH. Anang Rikza Masyhadi, M.A.

Butuh Pemimpin Besar; KH. Anang Rikza Masyhadi, M.A.

Pemimpin itu kata kuncinya adalah amanah dan tanggungjawab: al-amanah wal masuliyyah. Hadis Nabi: "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin bertanggungjawab atas apa yang dipimpinnya".

Sebagai pemimpin keluarga tanggungjawab seorang ayah adalah isteri dan anak-anaknya; ayah bertanggungjawab atas nafkah lahir dan batin dan bertanggungjawab pula atas pendidikan anak-anaknya.

Seorang bupati atau gubernur bertanggungjawab atas daerahnya, meliputi: kesejahteraannya, kemajuannya, ketenteramannya dan keamanannya. Demikian pula seorang presiden, ia bertanggungjawab atas seluruh negeri: pemerintahannya, stabilitas politik dan sosialnya, kesejahteraannya dan juga penegakan hukum serta good governance-nya.

Namun, sekarang ini banyak orang tidak paham tanggungjawabnya. Ada yang paham tetapi tidak mau melaksanakannya. Malah yang tidak paham yang seringkali berambisi memimpin.

Maka, seorang pemimpin harus mampu merumuskan tanggungjawabnya, dan membuat ukuran yang jelas untuk melihat keberhasilan pelaksanaan tanggungjawab itu. Maling saja bertanggungjawab atas usahanya; dia berusaha agar tidak ketahuan mencuri dan selalu mencari cara untuk menyembunyikan hasil curiannya.

 Jangan sampai pemimpin tidak mengerti apa yang dikerjakannya! Artinya, pemimpin tidak paham tanggungjawabnya!  Apabila seseorang diamanati menjadi pemimpin lalu menandatangani keputusan sedangkan ia tidak mengetahui apa yang diputuskannya, sungguh sangat disayangkan. 

Ada orang yang bodoh dan menyembunyikan kebodohannya; ada orang yang bodoh dan menunjukkan kebodohannya. Keduanya tetap saja bodoh!

Pemimpin harus berotak besar, berkapasitas besar, dan melakukan kerja-kerja besar. Otak kecil tidak bisa memimpin, kapasitas pribadi yang tidak memadai tidak cukup untuk melakukan pikiran-pikiran dan pekerjaan-pekerjaan besar.

Ibaratnya seperti halnya komputer pentium satu yang sudah tidak bisa mengerjakan beban pekerjaan kantor hari ini, karena tuntutan pekerjaan kantor hari ini jauh lebih besar daripada 10 tahun yang lalu. Jadi, jika mau cepat, jangan pakai pentium satu lagi, tetapi pakailah yang paling mutakhir. Komputer saja harus upgrade terus, apalagi bagi seorang pemimpin.

Pemimpin itu mendengar, membaca, mengolah, dan memutuskan. Jangan cuma mendengar, tetapi tidak membaca. Jangan cuma membaca tetapi tidak mendengar. Kalau sudah membaca dan mendengar lalu mengolahnya, kemudian memutuskan.

Jika pemimpin tidak bisa mengolah, maka akan diolah oleh orang lain. Maka, demikian itulah pemimpin boneka (proxy leader). Pemimpin yang digerakkan, bukan yang menggerakkan. Ini berbahaya dan akan membahayakan negeri yang besar ini jika pemimpinnya adalah pemimpin boneka.

Padahal, pemimpin itu harus bergerak dan menggerakkan. Harus independen, punya nalar dan intelektual yang matang, sebab akan memutuskan banyak hal menyangkut hajat hidup orang banyak.

تصرف الإمام منوط بالمصلحة

Kebijakan seorang pemimpin harus berdasar pada kemaslahatan (rakyatnya).

Jiwa dan mentalnya pun harus kuat, sebab setiap hari akan dihadapkan pada berbagai persoalan pelik keumatan dan kebangsaan. Termasuk, kuat iman, sebab jika tidak akan mudah tergoda oleh penyimpangan-penyimpangan.

Sekarang ini banyak pemimpin yang tidak mendengar, tidak membaca, tidak mengolah, dan tidak memutuskan. Dalam ungkapan pepatah Arab: "Wujuduhu ka adamihi" (keberadaannya sama dengan tidak ada).

Seorang pemimpin itu memerlukan kepemimpinan, bukan sekedar pemimpin tetapi tidak memiliki jiwa kepemimpinan. Bukan sekedar leader tetapi harus punya leaderahip; bukan sekedar menjadi imam tetapi harus memenuhi syuruthul imamah.

Jika pemimpin tidak punya jiwa kepemimpinan, maka ia adalah pemimpin yang tidak bisa memimpin. Pemimpin yang tidak bisa memimpin, maka tidak pantas disebut pemimpin.

Negeri ini masih butuh banyak pemimpin yang bisa memimpin; pemimpin yang bergerak dan menggerakkan; pemimpin yang berjuang dan memperjuangkan. Pemimpin yang berotak besar, punya kemampuan intelektual yang matang, dan punya pula jiwa dan mental yang tangguh.

Pilkada serentak 2017 yang akan datang, bisa jadi momentum bagi bangsa ini untuk mencari dan menemukan sosok pemimpin seperti itu. Semoga.

 

Pekalongan, kamis, 29 September 2016