Sabar Dan Shalat: Jalan Keselamatan Hidup

Sabar Dan Shalat: Jalan Keselamatan Hidup

TADARUS JUZ 2:

 (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ) [البقرة 153]

"Hai orang-orang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar."

Melalui ayat ini, Allah SWT hendak menunjukkan kepada kita agar tidak melupakan dua hal yang sangat penting dalam menjalani hidup, yaitu sabar dan shalat. Keduanya bisa menjadi penolong yang dapat menyelamatkan kita dari kesesatan.

Pertama, sabar. Ia adalah sebuah sikap. Ulama terdahulu membagi sabar ke dalam tiga tingkatan: (1) sabar dalam menjalani perintah Allah; (2) sabar untuk tidak berbuat maksiat kepada Allah; dan (3) sabar menghadapi musibah.

Dalam menjalani seluruh perintah Allah dan Rasul-Nya, kita dituntut bersikap sabar. Semua ibadah butuh kesabaran jika ingin kesempurnaan dalam ibadah. Contoh sederhana adalah puasa. Orang yang berpuasa dituntut sabar menahan lapar dan dahaga serta dorongan seksual hingga waktu yang ditentukan. Jika tidak sabar sampai batas waktu yang ditentukan, maka bisa batal puasanya.

Sebagaimana kesabaran yang dituntutkan kepada orang yang beribadah haji yang memerlukan fisik, tenaga serta waktu yang tidak sedikit selama di Tanah Suci. Towaf, sai, wukuf, lempar jumrah, mabit semua itu butuh kesabaran tinggi untuk melaksanakannya.  Bahkan, sekarang orang mau pergi haji juga harus sabar menanti giliran keberangkatannya.

Shalat pun dituntut sabar. Sabar dalam shalat artinya tuma'ninah, tartil dalam bacaan-bacaan shalat sehingga menghasilkan kualitas khusyu yang sempurna. Termasuk, sabar dalam melaksanakannya di awal waktu; sabar menunda segala aktifitas untuk bisa melaksanakan shalat.

Tak terkecuali, sabar dalam mendidik keluarga dan anak-anak untuk mengerjakan shalat. "Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya." (Qs. Thaha [20]: 132)

Termasuk sabar dalam hal menjalani perintah Allah adalah orang yang istiqomah dalam kebenaran dan kejujuran. Menjadi orang benar dan jujur banyak tantangan dan godaannya. Dalam sebuah lingkungan yang sudah sangat korup dan manipulatif, mungkin seseorang yang jujur tidak akan populer dan bisa menjadi musuh bersama. Orang jujur dianggap sebagai ancaman di tengah kerumunan orang-orang korup. Di tengah suasana seperti itu ia harus tetap sabar memegang prinsip dan istiqomah dalam kejujurannya. Itulah jalan keselamatannya yang hakiki.

Tingkatan berikutnya adalah sabar untuk tidak maksiat. Artinya, saat ada peluang berbuat maksiat tetapi tidak melakukannya, itu butuh kesabaran. Saat seorang pemuda menemukan dompet berisi uang banyak yang terjatuh dari kantong orang di depannya, maka ia sedang diuji kesabarannya untuk tidak mengambil hak milik orang lain dengan cara yang batil.

Ada peluang untuk menipu, tetapi tidak menipu; ada kesempatan untuk mencuri tetapi tidak mencuri; ada peluang untuk menyontek tetapi tidak menyontek; ada kesempatan untuk bergosip tetapi tidak bergosip; semua itu namanya adalah sabar untuk tidak berbuat maksiat kepada Allah.

Tingkatan ketiga adalah sabar dalam menghadapi musibah. Maka, ayat selanjutnya menggambarkan beberapa jenis musibah atau cobaan yang akan dihadapi manusia.

(وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ) [البقرة 155]

"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar."

Siapakah orang-orang yang sabar itu? "Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun" (Sesungguhnya kami semua adalah milik Allah dan akan kembali kepada-Nya)". (ayat 156)

"Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (ayat 157)

Kedua, adalah shalat. Shalat mestinya tidak sekedar gerakan takbir, ruku atau sujud saja. Shalat harus berefek pada prilaku yang saleh dan melahirkan akhlakul karimah. 

Shalat yang tidak berefek pada perilaku tersebut, maka tergolong orang yang lalai dalam shalatnya. "Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar." (Qs. 29:45)

"Maka celakalah orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna." (Qs. [107]: 4-7)

Jadi, shalat yang benar selain memenuhi syarat sah dan rukun-rukunnya, haruslah berdampak pada perilaku. Shalat harus membekas dalam kehidupan keseharian. "Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud." (Qs. 48:29)

"Min asaris sujuud" artinya bekas sujud, maksudnya jika kita shalat apa tanda telah shalat?  Tidak lain adalah amal saleh dan akhlakul karimah.

Shalat juga bukan sekedar kewajiban; dan melaksanakan shalat janganlah sekedar diniatkan untuk menggugurkan kewajiban saja. Akan tetapi, shalat harus dimaknai sebagai ungkapan rasa syukur yang tertinggi atas rahmat, ni'mat dan karunia yang telah diberikan oleh Allah.

Ketika para sahabat terheran-heran kepada Rasulullah SAW mengapa masih rajin shalat tahajud, dhuha dan shalat-shalat sunah lainnya padahal Rasul telah dijamin masuk surga dan diampuni dosa-dosanya, Beliau hanya menjawab: "Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur?"

Rasul pernah membangunkan Bilal untuk mengumandangkan adzan Subuh: "Bangunlah wahai Bilal, tentramkanlah hati kami dengan shalat" begitu kata Rasul. Jelaslah, bahwa bagi Rasul shalat adalah hiburan yang menentramkan. Bukan sekedar rutinitas fardu yang tidak memiliki makna. Rasul senang dengan datangnya waktu shalat dan selalu menantinya. Sementara kita seringkali menggerutu jika adzan berkumandang sementara sedang asyik-asyiknya bekerja dan bermain.

"Peliharalah semua shalatmu, dan peliharalah shalat wustha (Asar). Berdirilah untuk Allah dalam shalatmu dengan khusyu'." (Qs. [2]: 23)

Sebab, Rasulullah SAW pernah bersabda: "Sesungguhnya amalan pertama yang akan dihisab pada Hari Kiamat adalah shalat" (HR. Ahmad)

"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', yaitu orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya." (Qs. [2]: 45)

WalLaahu a'lam bis-showaab

WalLaahu Waliyyut-taufiiq

TADARUS AL-QURAN BERSAMA KH. ANANG RIKZA MASYHADI, MA (Pengasuh Pondok Modern Tazakka Batang Jawa Tengah)

ditranskrip dari pengajian tadarus Ba'da Subuh di Masjid Az-Zaky, Tazakka oleh Siswanto, S.H.I (Sekpim)