Panggilan Haji

Panggilan Haji

Haji merupakan rukun Islam yang kelima, bertolak dari perintah Allah dalam surat Al-Hajj : 27. “Dan panggil-lah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengen­darai unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh.”

Ayat ini menceritakan bahwa Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk menyeru manusia berhaji ke Baitullah­ di ­Mekah. Dan benarlah janji Allah, sepanjang masa orang berbondong-bondong mengunjungi Tanah Suci dari berbagai pelosok bumi.

Imam Ibnu Katsir RA dalam tafsirnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, Mujahid RA, Ikrimah RA, dan Said bin Jubair RA yang dikeluarkan oleh Ibnu Jarir RA dan Ibnu Hatim RA bahwa ketika menerima perintah ini, terjadi dialog antara Allah SWT dengan Nabi Ibrahim. “Ya Tuhanku, bagaimana cara aku menyampaikannya kepada manusia, sementara suaraku tidak mungkin menjangkau mereka di seluruh penjuru?”

Kemudian, melalui Malaikat Jibril AS, Allah SWT menjawab: “Panggil sajalah, urusan menyampaikan (panggilanmu) itu menjadi urusan Kami”; (naadi wa ‘alainal balaagh). Kemudian, Nabi Ibrahim konon mencari tempat yang ter­tinggi di pegunungan Mekah lalu berdiri dan berteriak keras menyeru manusia untuk beribadah haji; “Wahai manusia, Allah SWT telah menjadikan sebuah Rumah Suci, maka berhajilah kalian ke tempat itu.”

Subhanallah, apa yang terjadi setelah itu? Suara Ibrahim kekasih Allah itu membuat gunung-gunung menunduk dan terdengarlah suara itu ke seluruh penjuru bumi, kemudian ­Allah SWT memperdengarkan seruan itu kepada janin-janin yang berada di rahim-rahim ibunya, dan begitu juga didengarkan oleh seluruh tulang rusuk manusia di muka bumi, maka seketika itu menjawablah seluruh makhluk, termasuk bebatuan, tumbuh-tumbuhan dan lelumpuran; mereka semua menjawab “labbaik Allahumma labbaik” (aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu).

Berdasarkan ayat dan keterangan di atas, maka sesungguhnya tidak ada istilah “saya belum dipanggil” khususnya bagi orang-orang yang belum menunaikan ibadah haji ke Baitullah.­ Itu istilah yang salah kaprah yang turun-temurun beredar di masyarakat. Orang yang belum berhaji, jika ditanya orang, jawab saja (misalnya), “Insya Allah saya termasuk yang mendapat panggilan, dan sekarang saya sedang merancang kesiapan untuk itu dan sedang menunggu giliran keberangkatan.”

Panggilan itu sudah ada sejak berabad-abad yang lalu, baik melalui lisan Nabi Ibrahim maupun yang ditegaskan kembali melalui Rasulullah SAW. Ayatnya saja tegas mengatakan: "wa addzin" (panggillah).

Hanya saja, ada orang yang setelah dipanggil tidak dapat memenuhinya karena faktor-faktor ter­tentu; ekonomi, kesehatan maupun keamanan. Oleh karena­nya, Allah SWT menegaskan, “Dan diantara kewajiban manusia kepada Allah ialah ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana” (Qs. Ali Imran [3]:97)

 

Orang yang sesungguhnya telah mampu berhaji namun enggan mempersiapkan keberangkatannya, maka diancam oleh Allah SWT dengan siksa yang pedih, baik di dunia maupun di akhirat. Sebuah Hadis Qudsi, Abu Sa’id Al-Khudri RA meriwa­yatkan, Rasulullah SAW bersabda, “Allah berfirman: Sesungguh­nya seorang hamba yang Aku sehatkan badannya dan Aku luaskan kehidupannya (rezekinya) , berlalu dalam lima tahun namun belum mengujungi-Ku pasti akan disulitkan rezekinya.” (hadits hasan, HR. Ibnu Hibban & Baihaqi)

Rasulullah menjamin bahwa, “Seseorang tidak akan jatuh miskin karena pergi haji.” (HR. Thobaroni, Bazzar dan Baihaqi)

Bahkan biaya naik haji akan dilipatgandakan oleh Allah SWT. “Nafkah yang dikeluarkan untuk pergi haji seperti nafkah yang dikeluarkan untuk jihad fi sabilillah, dilipatgandakan menjadi 700 kali lipat.” (HR. Ahmad, Thobarani, & Baihaqi)

Jadi, bagi yang merasa sudah mampu, jangan ditunda-tunda lagi, segera daftarkan diri untuk berhaji, dan jangan pura-pura tidak mampu, karena sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang nampak dan apa yang tersembunyi dari diri kita. “Barangsiapa ingin berhaji, maka lakukanlah dengan segera. Sebab, boleh jadi nanti dia sakit, kendaraannya hilang atau ada keperluan lain.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Orang yang masuk kategori mampu baik secara ekonomi, kesehatan maupun keamanan, namun belum berhaji hingga meninggal dunia, maka menurut Rasulullah sama dengan mati­nya orang kafir. Umar bin Khattab RA meriwayatkan dari Nabi SAW bahwa, “Barangsiapa telah mampu berhaji, namun tidak berhaji dan mati, sungguh itu seperti matinya seorang yahudi atau nasrani.” Mari kita berlindung dan mengharap kepada Allah SWT agar tidak mengalami seperti yang diancamkan oleh Nabi SAW.