Santri Tazakka Kunjungi Kota Bersejarah Alexandria

Santri Tazakka Kunjungi Kota Bersejarah Alexandria

KAIRO- Sebanyak 33 orang peserta Program Short Course Pendalaman Bahasa Arab, Al-Quran dan Peradaban Islam di Kairo mengunjungi situs-situs bersejarah di kota Alexandria, Mesir, Jum’at, (29/11). Dari 33 orang itu, 22 orang diantaranya adalah santri Pondok Modern Tazakka.

Kunjungan dibimbing oleh kader Pondok Modern Tazakka yang sedang menempuh Magister Syariah di Al-Azhar Kairo, Ust. Hawin Aulia Abdullah, Lc. beserta kader-kader pondok lainnya yang sedang studi di Universitas Al-Azhar. Kunjungan dimulai dari Istana Montaza, Benteng Qaitbay, dan ditutup dengan mengunjungi Perpustakaan Bibliotheca Alexandria.

Kota Alexandria pertama kali dibangun oleh Alexander The Great dari Imperium Romawi pada 332 SM, dan sempai sekarang kawasan itu dihuni oleh sekitar 3.341.000 orang lebih. Arsitek yang sangat berjasa merenovasi kota tua ini adalah Denokrates dari Yunani. Sejarah mencatat, Alexander the Great membangun kota ini pada 332 SM dengan mendatangkan sejumlah arsitek dari Yunani. Tak heran, ‘cita rasa’ Romawi sangat terasa di Alexandria. Hal itu tampak pada berbagai arsitektur bangunan dan berbagai peninggalan lainnya.

Destinasi pertama adalah Montaza Palace, atau Istana Montaza. Di dalamnya terdapat taman asri dengan ratusan pohon kurma dan tanaman lainnya. Taman nasional ini berada di ujung Timur Alexandria. Taman yang terhampar seluas 155 hektare ini dikelilingi tembok besar dari Selatan, Timur, hingga Barat. Namun, dari sisi Utaranya pengunjung bisa menikmati indahnya pantai Mediteranian dan matahari terbenam.

Taman ini merupakan bagian dari Muntazah Palace, kediaman Raja Faruq, keturunan terakhir Dinasti Muhammad Ali Pasha yang menguasai Mesir sejak abad ke-19. Pada 1953, Raja Faruq digulingkan lewat kudeta militer oleh Gamal Abdul Nasser, yang kemudian mengubah sistem pemerintahan di Mesir dari Kerajaan menjadi Republik. Kini, Istana Raja Faruq menjadi milik negara dan digunakan sebagai tempat menerima tamu-tamu kenegaraan.

Beralih ke Benteng Qaitbay yang berdiri megah di bibir Laut Mediterania, benteng ini dibangun oleh salah seorang sultan dari Dinasti Mamluk, yaitu Sultan Al-Ashraf an-Nashr Syaifudin Qaitbay, pada 1423 M. Layaknya benteng, bangunan ini berfungsi untuk menahan serangan yang kerap datang untuk mencaplok Mesir. Ancaman serangan itu utamanya datang dari pasukan Turki Utsmani.

Kini, Benteng Qaitbay menjadi objek wisata penting di Alexandria. Berada di benteng ini, pengunjung dapat menyaksikan sebuah karya arsitektur benteng yang indah dengan lorong-lorong panjang serta pandangan lepas ke Laut Mediterania nan luas.

Kunjungan berikutnya ke Bibliotheca Alexandria, yang merupakan sebuah revitalisasi dari perpustakaan Alexandria lama yang sempat mati, yang dulu pernah menjadi perpustakaan terbesar pada masanya.

Perpustakaan ini di buka kembali pada bulan Oktober 2002, pada masa pemerintahan Presiden Hosni Mobarak, berisi 400.000 koleksi buku ditambah dengan sistem komputerisasi yang canggih, dan memiliki kapasitas kurang lebih 800.000 koleksi buku. Koleksi utamanya dititik beratkan pada peradaban Mediterania bagian Timur. Jumlah total koleksi judul buku baik yang tercetak dan berbentuk arsip ada sekitar 8 juta buku. France Library (Perpustakaan Perancis) termasuk yang ikut menyumbang 500.000 koleksi buku di Bibliotheca Alexandria.

Tidak hanya sekadar liburan semata, mengunjungi Bibliotheca Alexandria juga bertujuan untuk menambah wawasan literasi dan ilmu pengetahuan yang tersimpan rapi di negeri para Nabi. Perpustakaan ini juga menjadi tempat penyimpanan manuskrip-manuskrip kuno. Ini semakin membuktikan bahwa Mesir benar-benar sebagai Ibu dari peradaban dunia.

Pembimbing short course, Ust Hawin Aulia Abdullah, Lc. meminta kepada 33 peserta untuk memanfaatkan dengan baik kesempatan dalam setiap kunjungan untuk meningkatkan wawasan dan ilmu pengetahuan.

“Orang Mesir punya istilah yang akrab kita dengar: “Misr Ummuddunya”, Mesir Ibunya dunia, ibunya peradaban dunia” ujarnya.

Kegiatan kunjungan ke situs-situs bersejarah, perpustakaan, lembaga-lembaga internasional, univeraitas terkemuka dan pertemuan dengan para tokoh dilakukan disela-sela kegiatan program short course pendalaman bahasa Arab, Al-Quran dan peradaban Islam di Cairo, kerjasama Pondok Modern Tazakka, UGM dan Pusat Studi Internasional Al-Quran Umroniyah dibawah bimbingan Prof. Dr. Muhammad Dawood (Mesir) dan juga Prof. Dr. Sangidu, M.Hum (Indonesia) @hilmighifaria

www.tazakka.or.id