Mengunjungi Gua Ashabul Kahfi:Kisah Tujuh Pemuda Tertidur 309 Tahun

Mengunjungi Gua Ashabul Kahfi:Kisah Tujuh Pemuda Tertidur 309 Tahun

Ashabul Kahfi adalah 7 pemuda yang tertidur lelap di dalam gua selama 309 tahun. Menurut para ahli sejarah, diyakini kisah ini terjadi pada tahun 299 M. Artinya, jauh sebelum zaman Nabi Muhammad SAW. Para pemuda bersembunyi di dalam gua untuk melarikan diri dari kekejaman Raja Dikyanus di Philadelpia (Amman sekarang).

Dikisahkan dalam banyak kitab tafsir, salah satunya dalam Tafsir Ibnu Katsir, bahwa Raja Dikyanus yang dzalim dan kaumnya telah sangat menyimpang dari tauhid. Mereka membuat berhala dan menyembahnya, bahkan dengan berbagai ritual-ritual.

Disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir bahwa ketujuh pemuda itu awalnya tidak saling mengenal satu sama lain. Saat ada ritual penyembahan pada berhala di negerinya, salah seorang dari mereka keluar dari kerumunan dan bersandar di sebuah pohon besar. Lalu, datang pemuda kedua, ketiga, keempat hingga ketujuh. Mereka saling diam, karena takut jika mengungkapkan ketidaksetujuannya pada ritual itu lalu dilaporkan dan bisa mencelakakannya. Padahal, mereka bertujuh itu punya pandangan dan sikap yang sama.

Demikianlah Allah memisahkan mereka dari kaumnya dan mengumpulkannya dalam satu kelompok orang-orang beriman. Sebagaimana Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: ruh-ruh itu seperti prajurit yang dibariskan berkelompok-kelompok, jika saling mengenal mereka akan menjadi akrab, dan jika saling bermusuhan maka mereka akan saling berselisih.” (HR. Muslim)

Keteguhan iman mereka diabadikan dalam Al-Quran: “Dan Kami teguhkan hati mereka ketika mereka berdiri lalu mereka berkata, “Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami tidak menyeru tuhan selain Dia. Sungguh, kalau kami berbuat demikian, tentu kami telah mengucapkan perkataan yang sangat jauh dari kebenaran.” (Qs. Al-Kahfi [18]: 14)

Dalam bahasa Arab, gua disebut dengan ” Kahfi“. Ketujuh pemuda itu tertidur (baca: ditidurkan oleh Allah) di dalam gua selama 309 tahun bersama seekor anjingnya. Kisahnya banyak dipaparkan dalam surat Al-Kahfi. Bahkan, “Al-Kahfi” dijadikan sebagai nama salah satu surat dalam Al-Quran, supaya kita semua mengingat peristiwa ini dan mengambil hikmahnya.

(وَلَبِثُوا۟ فِی كَهۡفِهِمۡ ثَلَـٰثَ مِا۟ئَةࣲ سِنِینَ وَٱزۡدَادُوا۟ تِسۡعࣰا) [الكهف 25]

Dan mereka tinggal dalam gua selama tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun.” (Qs. Al-Kahfi [18]: 25)

Menarik mengamati redaksi ayat di atas, yaitu: 300 tahun ditambah 9 tahun. Mengapa tidak disebutkan sekalian 309 tahun? Ada pendapat dari sebagian ulama bahwa dipisahkannya 300 dan 9 adalah untuk membedakan antara penghitungan kalender syamsiyyah (berdasarkan peredaran matahari) dan qomariyyah (berdasarkan peredaran bulan):

300 tahun Masehi (Syamsiyyah) = 300 x 365,2422 hari = 109.572,66 hari

300 tahun Hijriah (Qomariyyah) = 300 x 354,36056 hari =106.310,11 hari

Selisih hari diantara dua perhitungan bulan dan matahari di atas yaitu 3.262,55 hari.

3262,55: 354,36056 = 9,20669 tahun Hijriah (9 tahun)
3262,55: 365,2422 = 8,93256 tahun Masehi (8,9 atau 9 tahun)

Jadi dapat kita pastikan bahwa 300 tahun Syamsiyyah = 309 tahun Qomariyyah.

Setelah ditidurkan oleh Allah selama 309 tahun, saat bangun mereka berbeda pendapat tentang berapa lama tertidur. Sebagian dari mereka mengatakan hanya setengah hari; sedangkan yang lain mengatakan sehari penuh. Mereka benar-benar tidak merasa bahwa telah ditidurkan oleh Allah selama 309 tahun.

Dan demikianlah Kami bangunkan mereka, agar di antara mereka saling bertanya. Salah seorang di antara mereka berkata, “Sudah berapa lama kamu berada di sini?” Mereka menjawab, “Kita berada di sini sehari atau setengah hari.” Berkata (yang lain lagi), “Tuhanmu lebih mengetahui berapa lama kamu berada di sini.” (Qs. Al-Kahfi [18]: 19)

Kemudian mereka keluar gua untuk mencari makanan. Dan didapatinya suasana di luar gua telah sangat berubah. Mereka tak mengenali orang-orang yang ditemuinya, dan orang-orang pun melihat mereka sebagai orang asing.

Maka, tatkala mereka hendak membeli makanan, ternyata mata uang mereka pun tak dikenali lagi oleh penduduk setempat. Tentu saja, selama 309 tahun semuanya telah berubah, termasuk mata uang.

Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, dan bawalah sebagian makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan jangan sekali-kali menceritakan halmu kepada siapa pun.” (Qs. Al-Kahfi [18]:19)

Ini mengisyaratkan bahwa kita harus tetap terbuka pada perubahan-perubahan zaman yang dinamis, namun tetap teguh dalam iman dan takwa. Menjadi pribadi yang shaleh tidak berarti boleh tertinggal dalam menghadapi tantangan zamannya. Shaleh, beriman dan bertakwa tetapi tetap relevan.

Saat mereka keluar dari gua, mereka dilarang menceritakan kisah tertidurnya mereka di gua kepada siapapun, sebab hal itu dapat mencelakakannya. “Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempari kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya.” (Qs. Al-Kahfi [18]: 20)

Di dalam gua, mereka terus memanjatkan doa agar Allah menolong mereka. Ini menunjukkan bahwa betapapun beratnya cobaan hidup dan tantangan perjuangan, tidak boleh melalaikan kita dari berharap pada Allah SWT.

(إِذۡ أَوَى ٱلۡفِتۡیَةُ إِلَى ٱلۡكَهۡفِ فَقَالُوا۟ رَبَّنَاۤ ءَاتِنَا مِن لَّدُنكَ رَحۡمَةࣰ وَهَیِّئۡ لَنَا مِنۡ أَمۡرِنَا رَشَدࣰا) [الكهف 10]

Ingatlah, ketika pemuda-pemuda itu berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa, ‘Ya Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami’.” (Qs. Al-Kahfi [18]: 10)

Demikianlah, sekelumit kisah tentang Ashabul Kahfi: sekelompok kecil pemuda yang tetap teguh pada imannya dan keberaniannya mengkritisi serta mengoreksi penyimpangan raja yang dzalim dan musyrik.

@anangrikza
Yordania, 10 Desember 2019