Wakaf Raja Abdul Aziz: Lesson From Makkah

Wakaf Raja Abdul Aziz: Lesson From Makkah

KH. Anang Rikza Masyhadi, M.A., Ph.D

Pernah umrah atau haji? Anda pasti akan melihat gedung-gedung pencakar langit persis di depan Masjidil Haram. Orang sering menyebutnya dengan ‘Al-Bait Tower’ _(Abraj Al-Bait). Orang Indonesia mengenalnya Zam-zam Tower.

Sebetulnya ada 7 tower gedung. Yang tengah, ada jam besar: terbesar di dunia, diameternya sekitar 40 meter. Mengalahkan jam Big Ben di London yang legendaris itu.

Tahukah bahwa gedung-gedung pencakar langit itu adalah wakaf dari para raja Saudi? Orang awam banyak yang tidak tahu. Bisa jadi karena literasi tentang wakaf yang masih sangat terbatas, yang memahami wakaf sebatas 3M: masjid, madrasah, dan makam. Apa bisa dan apa ada wakaf dalam bentuk hotel dan pusat bisnis? Seringkali pertanyaan itu muncul.

Sebetulnya, bagi para pemerhati wakaf akan melihat bahwa di Al-Bait Tower itu ditulis dengan sangat jelas: ‘Waqf Al-Malik Abdul Aziz lil Al-Haramain Asy-Syarifain’: Wakaf Raja Abdul Aziz untuk Kedua Tanah Suci.

Saya mencatat ada empat tulisan wakaf itu. Pertama, dalam bentuk digital persis di bawah jam raksasa itu. Perhatikan saja, tulisannya akan berganti-ganti dari lafdul jalalah, bismilLaah, robbana atina dst, dan nanti akan muncul wakaf Raja Abdul Aziz.

Kedua, di bawahnya lagi, persis di atas restoran Hotel Rottana. Tulisannya memakai cetakan marmer sewarna dengan batu marmer dinding gedung. Besar sekali, terbaca dari jarak jauh.

Ketiga, di bawahnya lagi di tengah kaca-kaca jendela kamar hotel menghadap Kabah view. Pakai akrilik tebal ukuran besar dengan plat dasar hijau.

Keempat, persis di atas pintu masuk Mall Zam-zam.

Bermula dari gagasan dan niat baik Raja Abdul Aziz yang diikuti oleh para putra mahkota penerusnya untuk memberikan sebanyak mungkin manfaat dan kemudahan bagi para jamaah umrah dan haji dari seluruh dunia. Raja Fahd bin Abdul Aziz yang memimpin Saudi dari 1982 hingga 2005 mewakafkan beberapa tanah di kawasan Ajyad di area dekat Masjidil Haram.

Raja Fahd kemudian memerintahkan untuk membangun sebuah mega proyek raksasa di atas tanah itu dan menyebutnya dengan ‘Mega Proyek Wakaf Raja Abdul Aziz’. Seorang anak raja, yang saat jadi raja berwakaf atas nama ayahnya yang seorang raja. Keren ini!

Namun, peletakan batu pertamanya dilakukan oleh penerusnya, yaitu adiknya: Raja Abdullah bin Abdul Aziz pada 28 November 2004. Pembangunannya memakan waktu sekitar 6 tahun, dan secara resmi dibuka pada 20 Agustus 2011. Ini juga keren, seorang raja yang mewujudkan gagasan kakaknya yang seorang raja yang berwakaf atasnama ayahnya yang seorang raja juga.

Mega proyek wakaf itu kini menjelma menjadi gedung-gedung pencakar langit dengan gaya arsitektur postmodern yang sangat berkelas namun tetap menjaga kekhasan arsitektur Islam.

Luas bangunan keseluruhan dari mega proyek Al-Bait Tower adalah sekitar 1,5 juta meter persegi (150 ha). Terdiri dari 7 tower gedung, dengan ketinggian mencapai 601 m. Keseluruhan kamar-kamar hotel di situ bisa menampung 65.000 orang.

Di dalam situ ada juga mushola-mushola di beberapa lantai yang terhubung dengan shalat jamaah dari Masjidil Haram. Keseluruhannya bisa menampung 3800 jamaah shalat. Bagi tamu hotel yang menginap di situ, bisa shalat di mushola-mushola di situ dengan tetap bermakmum kepada imam di Masjidil Haram.

Dilengkapi dengan 140 eskalator. Pusat pendingin udara sengaja diletakkan dalam jarak sekitar 1 km, agar suara mesin tidak mengganggu para jamaah dan pengunjung.

Reservoir air menampung 5300 meter kubik untuk keperluan pengairan seluruh pergedungan itu.

Tujuh tower gedung pencakar langit itu digunakan untuk perhotelan, pusat perdagangan dan bisnis, pertokoan, restoran, rumah sakit, gedung pertemuan, dll.

Kini, mega proyek wakaf itu telah menjelma menjadi kota postmodern terpadu yang terintegrasi, karena juga dibangun jalan lingkar dari area itu yang menghubungkan ke semua arah kota Makkah.

Mega proyek wakaf ini sangat berbeda dengan wakaf-wakaf produktif lainnya di dunia, terutama karena letaknya yang sangat dekat dengan Masjidil Haram.

Pembangunan tujuh tower di atas tanah wakaf Raja Abdul Aziz itu berasal dari investor menggunakan sistem BOT selama 35 tahun menurut perhitungan kalender hijriah. Menelan biaya lebih dari 2 Milyar Reyal Saudi (lebih dari Rp. 9 T).

Sebetulnya, biaya total proyek keseluruhan mega proyek raksasa itu mencapai 15 Miliar Dollar Amerika (sekitar Rp. 225 Triliun).

Selama masa BOT itu, seperempat keuntungan disalurkan untuk kemaslahatan umum dan untuk kepentingan pelayanan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Setelah 35 tahun, aset gedung itu menjadi aset wakaf sepenuhnya. Skema pembiayaan wakafnya menarik kan?!

Inilah salah satu model wakaf uang atau wakaf produktif yang paling fenomenal di dunia Islam modern. Meskipun di berbagai dunia Islam lain juga sudah banyak yang berkembang model-model wakaf seperti ini: selain Saudi ada Emirates, Mesir, Kuwait, Indonesia, Malaysia dan lain-lainnya.

Jika Anda punya tanah wakaf dan berada di lokasi strategis, dan secara rasional ekonomi punya prospek yang bagus, maka pikirkanlah model pengembangan wakaf produktif seperti Al-Bait Tower itu.

Artinya, di atas tanah wakaf bisa dibangun gedung yang produktif; atau pabrik; atau rest area dengan segala perlengkapannya; atau pertokoan; atau SPBU; atau pertanian, peternakan,
dan lain sebagainya.

Bukan cuma tanah sebetulnya, tapi aset lainnya yang bernilai ekonomis produktif pun bisa diskemakan menjadi wakaf uang yang produktif.

Jadi, bagi Anda yang umrah atau haji menginap di salah satu kamar di hotel-hotel yang ada ketujuh tower itu, maka hakekatnya Anda juga ikut berwakaf. Anda menginap, Anda berwakaf.

Atau, ketika Anda belanja oleh-oleh umrah haji di salah satu toko di Zam-zam Mall, maka hakekatnya Anda juga ikut berwakaf. Bahkan, sekedar beli makanan di restoran di situ, atau ngopi-ngopi pun, Anda telah ikut berwakaf.

Keren kan: Anda belanja, Anda berwakaf. Anda ngopi, Anda berwakaf.

Kajian fiqh wakaf klasik dan kontemporer baik yang digagas oleh para fuqaha secara personal maupun oleh lembaga-lembaga fatwa di dunia Islam telah banyak menghasilkan rumusan-rumusan ijtihad baru dalam perwakafan. Di Indonesia, sejak 2004, telah disahkan UU Wakaf No. 41 tahun 2004. Saat ini sudah banyak produk turunan regulasi dari UU 41/2004 itu.

Model wakaf seperti di Makkah itu perlu terus dikembangkan. Sebab, saat ini masih sangat banyak aset wakaf yang tidak produktif. Istilahnya: aset wakaf yang tidur. Maka, perlu dibangunkan supaya bisa bangkit. “Qum fa andzir”: bangunlah dan berilah peringatan.

Wakaf uang adalah wakaf produkti. Wakaf yang dapat menghasilkan wakaf-wakaf lainnya. Wakaf menghasilkan wakaf untuk disalurkan kepada mauquf alaih: yaitu penerima manfaat wakaf.

Inilah yang disinyalir dalam hadis Nabi Muhammad SAW yang masyhur: “Apabila manusia meninggal dunia, maka amalnya terputus kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)

Yang dimaksud sedekah jariyah adalah wakaf. Bukan sedekah biasa. ‘Jariyah’ artinya yang terus mengalir.

Imam Ibnu Qudamah RA pernah ditanya oleh muridnya: Siapakah sebetulnya orang yang paling berbahagia itu? Dijawab: “Yaitu orang yang ketika nafasnya berhenti, pahalanya masih terus mengalir.”

Wakaf sebagai gaya hidup. Waqf Lifestyle.

Makkah, 1 Jumada Ula 1444 H
25 November 2022